Kamis, 13 Februari 2014

Lawakan Bapak Batagor

       Hal yang sungguh tidah terduga dan tidak diinginkan terjadi pada saya dan Unee (teman saya). Kejadian tersebut terjadi seusai TPM I tingkat kota pada hari Selasa, 11 Februari 2014. Saat itu, saya dan Unee berencana untuk membeli batagor di tempat biasa, yaitu di bapak-bapak batagor yang berjualan di depan sekolah. Sesampainya di pak batagor, saya pun segera memesan batagor seharga Rp 2.000,00 tanpa berpikir panjang, begitu pula Unee (kalau gak salah).

       Saat itu hari sedikit mendung, saya sudah mengira bahwa akan turun hujan. Yak, seperti yang saya duga, rintik-rintik hujan mulai turun membasahi tanah SMP Negeri 8 Yogyakarta yang tercinta. Karena takut hujannya tambah deras, saya bilang ke bapaknya, "Pak agak cepet ya, nanti kita kehujanan." Di situ, Unee bilang, "Wah hujan, sama kaya hatiku, dihujani kenangan." Mendengar perkataan Unee tersebut, kita pun tertawa bersama-sama sambil menuangkan kecap ke batagor dengan hati yang gembira. Namun, tawa kita terhenti saat pak batagor ngelawak, "Wah hujannya turun ke bawah ya." YOU DON'T SAY!

       Saat itu saya dan Unee memang benar-benar sedang diberi cobaan oleh Allah Yang Maha Kuasa karena di situ kami diberi dua pilihan yang sulit. Haruskah kita tertawa atau tidak? Jika harus tertawa, itu sama sekali tidak lucu. Namun jika kami tidak tertawa, itu akan membuat pak batagor menjadi tidak enak hati karena ia sudah berusaha untuk membuat kami tertawa. Spontan saja, Unee segera membalikkan badan. Sepertinya ia hendak berlari dan pergi dari tempat tersebut, saya bisa merakasan keinginan yang teramat diinginkan itu melalui raut wajahnya yang sudah tidah meyakinkan. Saya pun langsung mengembalikan botol kecap sesegera mungkin. Saya menghampiri Unee dan akhirnya kami berlari dengan kecepatan maksimal menuju kelas menerjang hujan deras yang turun ke bawah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar